TEMU MATA ANTROPOLOGI 2015
Temu mata merupakan salah
satu acara program kerja dari divisi JKAI (Jaringan Kekerabatan Antropologi
Indonesia) yang bekerja sama dengan divisi ORSEN (Olahraga dan Seni) dan PSDM (Pengembangan
Sumber Daya Mahasiswa) yang berada dibawah naungan HIMANTARA (Himpunan
Mahasiwa Antropologi Brawijaya). Acara temu mata sendiri terdiri dari dua
rangkaian acara. Pertama adalah pameran artefak yang dilaksanakan pada tanggal
11-13 November di Hall Fakultas Ilmu
Budaya. Pada pameran artefak ini dipajang beberapa aksesoris keagamaan dari
berbagai agama-agama besar yang ada di Indonesia. Mulai dari aksesoris agama
Islam, Kristen, Budha, Hindu, Katolik.
Rangkaian acara
selanjutnya yang sekaligus menjadi puncak dari acara temu mata adalah seminar
dengan judul โAkar Religi Nusantara: Sebuah Perjalanan Masyarakat Mengenal
Tuhanโ yang diadakan di Studio UBTV pada hari
minggu 15 November 2015. Pada pukul 08:52,
penonton, tamu, dan undangan telah banyak berdatangan, segera memasuki studio UBTV
dan menempati tempat yang telah tersedia. Pukul 09:20 acara pun dimulai yang dipandu
oleh dua orang pembawa acara. Diawali dengan pembukaan kemudian disusul
penampilan dari Teater Hening yang sekaligus menjadi simbol dibukanya acara seminar. Penampilan
dari Teater Hening mengisahkan tentang seseorang yang mencari jati dirinya.
Mencari apa yang sebenarnya sangat dibutuhkan dalam hidup. Pada saat pencarian
jati diri itu, kemudian muncullah seseorang menawarkan uang yang berlimpah.
Akhirnya, tidak lama kemudian, seseorang tadi tergiur dengan uang tersebut. Dia
berpikir dia bisa berbuat apa saja dengan uang yang melimpah. Bisa membeli rumah
yang besar, mobil, bisa beristri lebih dari satu, bisa mmebeli tanah. Bahkan
seseorang tersebut berkata tidak lagi membutuhkan Tuhan. Akan tetapi tidak lama
setelah itu, seseorang tersebut mati. Kisah yang ditampilkan dalam teater
tersebut sebenarnya ingin menyampaikan suatu pembelajaran bahwa
manusia yang sempurna adalah manusia yang mengenal Tuhan. Akan tetapi, yang
terjadi pada masyarakat akhir-akhir ini justru memilih kesempurnaan hidupnya
pada hal yang bersifat duniawi.
Gambar 2.
Penampilan Teater Hening โSandaran Palsuโ.
Setelah
penampilan dari teater hening, maka masuk pada acara inti yaitu seminar. Seminar
ini dipimpin oleh moderator Bapak Bandung Edi Suseno,
seorang konsultan WWF Indonesia. Juga dua orang pemateri yaitu Bapak Drs.
Riyanto, M.Hum dan Bapak Arief B Nugroho, M.Si. Sebelum pemberian materi
dari dua narasumber, moderator terlebih dahulu memberikan pengantar mengenai
awal mula perkembangan religi di nusantara dengan menampilkan peta nusantara.
Berdasarkan peta yang ditampilkan, moderator secara singkat menjelaskan
bagaimana awalnya manusia bertebaran di nusantara yang kemudian manusia itu
mulai memiliki agama. Setiap agama, memilliki simbol yang pada dasarnya setiap
agama memiliki kesamaan.
Setelah
pemaparan singkat dari moderator, maka giliran Bapak Riyanto menyampaikan
materinya yaitu โPerkembangan Religi Nusantaraโ. Bapak Riyanto menjelaskan
bahwa agama-agama asli nusantara sering kali mengalami pasang surut. Pasang
surut agama asli disebabkan beberapa hal,
yaitu materialistik dan status sosial. Bahwa sebenarnya agama telah diwarnai
oleh hal-hal yang bersifat duniawi sehingga agama sering kali dikatakan sebagai
komoditas. Apabila berbicara mengenai materialistik, maka tidak terlepas
dari status sosial. Karena status sosial sering kali didefinisikan atau
dilekatkan pada apa yang dikonsumsi. Inilah mengapa agama-agama asli mengalami
pasang surut, karena dipengaruhi oleh sifat materialistik masyarakat kini dan
juga status sosial.
Apabila dirunut
berdasarkan perjalanan agama, sebagian besar masyarakat menjawab hal yang sama
bahwa dia melakukan tradisi keagamaan seperti ini dan itu dengan mengacu pada
nenek moyang mereka yang juga melakukan hal yang sama. Beberapa orang juga
menjawab bahwa mereka melakukan tradisi keagamaan seperti ini dan itu karena
orang memiliki otoritas besar dalam hidupnya juga melakukan hal yang serupa.
Ada juga yang menjawab bahwa mereka melakukan tradisi keagamaan seperti ini dan
itu karena merasa mendapat ilham, merasa bahwa hal itu adalah benar untuk
dilakukan. Berdasarkan jawaban-jawaban yang ada, maka awal muncul kepercayaan
agama karena berpatokan pada orang yang memiliki otoritas. Meski pada awalnya
demikian, akan tetapi seiring berjalannya waktu keyakinan itu mulai menguat
dengan sendirinya. Sehingga meskipun orang yang menjadi panutan pada awal
munculkan kepercayaan agama tidak lagi bersama kita, keyakinan tersebut akan
tetap dijalankan. Hal ini serupa dengan salah satu bunyi ayat dalam kitab suci
Al-qurโan yang berarti โbarang siapa mengenal dirinya, maka akan mengenal
Tuhanโ.
Setelah
pemaparan materi dari Bapak Riyanto selesai, maka dilanjutkan dengan pemberian
materi dari Bapak Arief B Nugroho yang diberi judul โQuo Vadis Nusantaraโ. Bapak Arief menjelaskan perbedaan religi dan
keyakinan. Berbicara mengenai religi, religi sebenarnya adalah bagian dari
budaya. Ketika seseorang tidak dapat menyelesaikan permasalahan, maka pada
titik inilah mulai muncul kepercayaan tentang adanya kekuatan tertinggi. Kekuatan
tertinggi yang diyakini bersarang pada benda-benda magis seperti topeng,
kemudian muncul keyakinan tentang adanya dewa tertinggi, lalu kemudian mulai
memunculkan istilah Tuhan. Istilah agama mulai muncul pada kondisi seseorang
dihadapkan pada suatu permasalahan dan tidak bisa menyelesaikannya. Lalu
kemudian timbul pertanyaan, lalu siapa yang mampu menyelesaikan permasalahan.
Maka muncullah ide tentang kekuatan tertinggi, kekuatan yang mampu
menyelesaikan setiap permasalahan bahkan yang tidak dapat dipecahkan. Dari
sinilah kepercayaan tentang agama juga mulai muncul.
Agama tidak
bisa dipisahkan dari budaya. Dalam artian, agama itu muncul dari hasil ekspresi
manusia ketika dia memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan
sehari-harinya. Kemudian setelah memecahkan masalah, manusia kemudian juga
membuat sebuah nilai, aturan bagaimana supaya masyarakat yang ada di sekitarnya
bisa teratur. Itulah kenapa dalam bahasa sansekerta muncul istilah โaโ yang
berarti tidak dan โgammaโ yang berarti kacau.
Hal ini muncul sebagai sebuah ekspresi bahwa manusia pada zaman itu sedang
mengalami sebuah kekacauan. Sehingga kemudian agar mereka tidak kacau, maka
mereka harus diikat dalam satu bentuk nilai yang kemudian disebut sebagai โaโ
dan โgammaโ yang berarti tidak kacau. Berdasarkan istilah inilah dapat dirunut
bahwa ternyata agama muncul sebagai bentuk ekspresi supaya manusia tidak kacau.
Untuk itulah, Durkheim dalam penjelasan secara antropologis mengatakan bahwa
agama sebagai sebuah ikatan sosial manusia supaya dia merasa bahwa dirinya
tidak kacau lagi. Dalam artian, agama sebagai kontrol sosial.
Hubungan antara
Tuhan-Manusia-Alam harus berjalan secara harmoni agar keseimbangan itu tetap
terjaga. Tuhan-Manusia-Alam adalah sumber yang tidak dapat dupisahkan. Agama
muncul sebagai sesuatu yang kuat. Kembali lagi pada konsepsi tentang
Tuhan-Manusia-Alam. Tuhan dalam pengertian sebagai kekuatan yang luar biasa,
yang melampaui dari kekuatan manusia. Kemudian manusia itu harus menghubungkan
dirinya dengan Tuhan, karena manusia itu tidak memiliki kekuatan untuk
menghadapi setiap masalah. Maka dia harus mengakui keberadaan Tuhan. Untuk
melaksanakan hal itu, maka manusia juga harus menghubungkan dirinya dengan
kondisi yang ada di sekitarnya, baik itu lingkungan sosial ataupun lingkungan
alamnya.
Gambar 3. Pemberian Materi oleh Narasumber
Setelah pemberian
materi dari Bapak Arief, maka sesi selanjutnya adalah tanya jawab. Peserta
begitu antusias menyimak materi-materi yang telah disampaikan yang dibuktikan
dengan banyaknya orang yang bertanya.
Bagaimana agama dalam konteks
perkotaan yang kini mulai berkembang pemahaman ateis (tidak percaya pada agama)?: Agama pada saat ini menjadi sebuah kebudayaan manusia. Hal ini
bukan kemudian ingin menyatakan bahwa agama adalah hasil kebudayaan manusia.
Kita harus menganggap bahwa ketika agama itu diwahyukan pada manusia dan
kemudian dijalankan oleh manusia, maka berarti agama menjadi produk manusia. Ketika
manusia menerima pemahaman/pemikiran baik itu dari Tuhan atau dari manusia itu
sendiri. kemudian dijalankan oleh manusia dan kemudian diinterkasikan antar
manusia menjadi suatu keyakinan, maka hal ini adalah sebuah produk kebudayaan,
ini adalah sebuah produk manusia. Karena hal ini menjadi produk manusia, maka
siapapun boleh menginterpretasikan suatu kepercayaan. Maka untuk itulah, muncul
orang-orang yang menolak akan interpretasi agama. Penolakan-penolakan ini ada
yang menyebutnya sebagai anti agama, ada yang menyebutnya sebagai ateisme.
Ateisme sebenarnya apabila dilihat adalah sebuah upaya manusia melakukan
penolakan terhadap interpretasi tentang Tuhan yang dikonsepsikan orang lain.
Itulah yang kemudian memuncul apa yang disebut dengan ateisme.
Bagaimana jika ada pernyataan โsaya
percaya Tuhan, akan tetapi saya tidak percaya agama?: Hal seperti ini mungkin saja terjadi, karena hal ini sekali lagi
adalah problem interpretasi manusia. Ketika ia menganggap bahwa interpretasi
mengenai agama dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi masyakat di sekitarnya
maka dia tidak lagi percaya kepada agama. Kembali lagi kepada pernyataan bahwa
agama adalah produk manusia, yang siapa pun bebas menginterpretasikannya.
Sehingga ada manusia yang setuju dengan interpretasi tersebut, ada pula yang
tidak setuju. Apabila interpretasi dominan muncul di sekitar kita, dan kita tidak
mempercayai interpretasi tadi, maka di situ lah kemudian memunculkan โsaya
tidak percaya agama, tapi saya tidak percaya Tuhan. Karena saya masih meyakini
bahwa kekuatan luar biasa masih mempengaruhi diri sayaโ. Itulah mengapa ada
orang yang mempercayai keberadaan Tuhan akan tetapi tidak percaya agama. Hal
itu tidak lain adalah permasalah perbedaan interpretasi.
Agama secara harfiah berarti tidak
kacau, akan tetapi mengapa banyak orang yang menyebabkan kekacauan dengan
mengatasnamakan agama?: Hal ini sekali
lagi adalah permasalahan interpretasi. Ketika seseorang menginterpretasikan
sesuatu. Lalu kemudian dia kokoh dengan interpretasi tersebut, akhirnya dia beranggapan
bahwa interpretasi nya adalah yang paling benar. Maka dengan demikian, kepercayaan
yang tidak sesuai dengan interpretasinya akan dianggap sebagai sesuatu yang
salah. Hal ini sebenarnya adalah permasalahan manusia dalam mengkategorikan
mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga
perbedaan inilah yang kemudian berbagai pihak menyakiti, menindas yang
dianggapnya salah. Sehingga sering kali terjadi kekerasan atas nama agama.
Setelah semua pertanyaan dijawab,
maka acara selanjutnya adalah pemeberian cinderamata kepada moderator dan
kepada dua pemateri. Pemberian cinderamata diberikan oleh salah satu dosen
antropologi Bapak Ary Budiyanto, ketua himpunan antropologi Lina Agnesia, dan
ketua pelaksana Alfan Jamil. Kemudian acara ditutup dengan pembacaan hamdalah
dan penampilan dari etnicholic.
Gambar 4. Penampilan dari Etnicholic
Gambar 5. Pemberian Cinderamata Kepada Moderator dan
Dua Pemateri
Komentar
Posting Komentar