NYENI BARENG ANTROPOLOGI



Hari yang cerah pada tanggal 30 April 2015 menjadi hari diadakannya acara “Nyeni Bareng Antropologi” oleh Himpunan Mahasiswa Antropologi Brawijaya (HIMANTARA) yang dimulai dari jam 10.00 wib serta dibuka untuk umum tanpa biaya apapun. Acara nyeni bareng ini diisi dengan beragam kegiatan edukatif dan menarik dimana para pesertanya tidak hanya mendapatkan ilmu dalam diskusi bersama Ibu Fatmawati,M.Sn selaku dosen jurusan seni rupa Fakultas Ilmu Budaya dengan materi seputar seni, tetapi para peserta juga dapat mengikuti acara nyeni bareng yaitu dengan membatik, melukis kain, melukis topeng, melukis kendi, dan melukis layang-layang.  Acara ini berlangsung di halaman fakultas ilmu budaya yang lebih akrab dengan sebutan green grass FIB oleh para mahasiswa. Berbagai hiasan dipajang disetiap sudut green grass, tempat acara dengan tempat parkir dibatasi oleh police line, sedangkan tempat untuk para peserta disediakan karpet merah untuk lesehan yang memanjang dari depan kursi pemateri sehingga diskusi terasa lebih santai dan sejuk karena hanya dipayungi oleh pepohonan di sekitar tempat acara. Sebelum masuk tempat acara para peserta terlebih dahulu harus mengisi buku tamu dan mengambil kertas undian dimana undian itu berisi kegiatan nyeni bareng apa yang bisa ia ikuti setelah acara diskusi. Terdapat juga stand foto booth sepuasnya bagi peserta yang telah mengisi buku tamu.  


Dalam diskusinya ibu Fatmawati menyampaikan banyak hal tentang seni. Seni menjadikan manusia semakin hidup, manusia dan seni adalah pasangan yang tidak dapat dilepaskan satu sama lain karena seni ada berkat adanya manusia dan seni marupakan hasil karya ciptaannya. Seni juga berkaitan erat dengan ilmu antropologi yang berkaitan dengan kebudayaan, seni juga salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan yang ada. Seni mempunyai arti yang sangat luas sehingga ada beberapa kesalahan tentang definisi seni yang sebenarnya. Beberapa kesalahan seni terdapat pada orang yang mendefinisikan upacara adat atau ritual sebagai seni padahal nyatanya bagi para pelakunya hal itu bukanlah seni melainkan ritual atau upacara yang sakral dan bukan hanya seni semata. Seni terbagi dalam bermacam-macam aliran dimulai saat era pos-modern sehingga batas-batas dari seni yang terlihat jelas pada awalnya kemudian menjadi kabur. Dalam diskusinya ibu Fatmawati mengungkapkan bahwa Sebagai anak muda seharusnya merasa khawatir akan perkembangan seni yang ada di Indonesia karena seni yang dimiliki seharusnya terjaga dengan baik dan tidak lagi dicampuri oleh teori-teori barat. Seni tidak bersifat stagnan melainkan dinamis karena itulah mengapa seni terus berkembang mengikuti perkembangan manusia juga.


            Seorang seniman akan selalu merasa was-was dan khawatir tentang apa yang  harus diciptakannya karena dari kekhawatiran dan rasa was-was itulah kemudian akan muncul ide-ide baru dalam pikiran dan imajinasinya yang akan tertuang pada karya-karyanya. Menjadi seniman berarti telah siap menerima berbagai kritikan dari berbagai pihak atas karyanya dan siap untuk terus melahirkan karya tanpa berhenti di satu titik serta memelihara ketidakpuasan dalam artian akan terus berkembang dalam berkarya.
Alam yang natural/alami seperti panorama matahari terbenam atau indahnya air terjun memang terlihat indah dan menakjubkan tetapi alam bukanlah seni. Alam tidak mempunyai ekspresi dan karena alam bukan merupakan ciptaan manusia. alam memiliki keindahan yang kemudian menginspirasi manusia untuk menciptakan miniatur dari alam tersebut lewat berbagai macam media seni. Begitu pula dengan manusia, manusia bukanlah seni melainkan pelaku dari seni misalnya body painting yang menggunakan tubuh manusia sebagai media dari lukisan, karyanya berada pada lukisan yang terdapat pada tubuh sedangkan manusia yang dijadikan sebagi objeknya adalah bagian dari alam (part of nature).  Seni tidak dapat dilogikakan karena banyak sekali alasan dari seniman untuk melogikakan segala hal yang tidak logika  lewat seni dan kunci dari seni adalah rasa. Seni adalah tentang kebebasan yang tidak dapat diukur dengan angka, arti dari seni yang baik atau buruk bukanlah karena kebenaran atau hal yang seharusnya telah ada dan terdapat di alam, misalnya warna dari buah apel tidaklah selalu merah karena apel dapat diwarnai apa saja tergantung penciptanya (suka-suka). 
Diskusi dilanjutkan dengan tanya jawab oleh beberapa mahasiswa dan kemudian di jawab oleh ibu Fatma, dalam diskusi ini hanya ada tiga penanya yang dapat ditampung karena terbatasnya waktu. Setelah berbagai pertanyaan dijawab secara memuaskan, acara diskusi lalu ditutup dengan salam dari ibu Fatma. Acara yang ditunggu-tunggu akhirnya dimulai, para peserta mulai memasuki tempat masing-masing dimana para peserta berhak mengikuti serangkaian acara nyeni bareng berdasarkan kupon yang mereka dapatkan. Setiap orang di masing-masing stand nyeni (membatik, melukis kain, layang-layang, kendi, dan topeng) telah bersiap di stand masing-masing. Setiap stand terdiri dari beberapa orang yang telah terhitung sebagai satu tim dimana tim yang paling kompak di akhir acara akan mendapatkan hadiah yang menarik dari panitia. 
Pada awalnya setiap stand nyeni terlihat hanya berisi orang-orang dari prodi antropologi saja namun lambat laun acara semakin meriah sehingga menarik minat para mahasiswa FIB dari berbagai program studi yang baru saja keluar dari gedung FIB untuk ikut berpartisipasi karena selain dari luar tempat acara yang dekorasinya terlihat meriah, acara ini juga terbuka untuk umum tanpa dikenakan biaya apapun. Setiap barang yang dihasilkan oleh setiap orang boleh dibawa pulang sebagai oleh-oleh. Di sudut stand membatik terlihat juga partisipasi dari dosen antropologi yaitu bapak Aji dan ibu Zurinani di stan membatik kemudian disusul oleh datangnya ibu Edlin Dahniar dan bapak Manggala Ismanto yang ikut nimbrung dan berfoto ria bersama para peserta dan panitia. Namun sayangnya para dosen yang hadir tidak dapat mengikuti acara hingga selesai karena harus mengikuti rapat bersama dosen yang lainnya. Selang beberapa saat acara berlangsung terdapat sebuah insiden yang sedikit membuat panik suasana yaitu terbakarnya salah satu wajan untuk pemanas lilin di arena membatik karena ada sedikit tumpahan cairan lilin di sekitar mulut kompor. Insiden ini tak elak membuat panik beberapa peserta dan panitia panik, karena saking paniknya panitia bingung untuk memedamkan api, setelah api berhasil dipadamkan riuh tawa terdengar dari berbagai stand lainnya karena mereka menganggap hal konyol baru saja terjadi dan hanya karena kobaran api kecil dari sebuah kompor mini mampu membuat beberapa orang spontan berdiri bersamaan. 


Acara berlanjut hingga pukul 13.00 wib dari beberapa stan mulai terlihat beberapa karya dari peserta ada yang dikeringkan dengan di jemur dibawah sinar matahari dan ada pula yang digantung dengan diangin-anginkan di tempat yang telah disediakan. Setelah menyelesaikan karyanya para peserta dapat menukarkan kupon undian dengan konsumsi yang telah disediakan oleh panitian.  Acara semakin meriah dengan semangat dari setiap tim stan masing-masing. Pada akhir acara stand yang paling kompak dimenangkan oleh stan melukis kendi sebagai juara kedua dan stan melukis topeng sebagai juara pertamanya. Pemberian hadiah diberikan secara simbolis oleh ketua pelaksana yaitu saudara Ranu Aryandra kepada perwakilan dari tim pemenang. Acara yang menarik ini pun selesai dengan berbagai senyum dari para pesertanya yang dapat membawa pulang buah karyanya masing-masing.  
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAUNCHING PENGURUS HIMANTARA PERIODE 2019

Ethnography Metods : The Logic of Thingking

PROGRAM KB: EFEKTIFKAH?