Bedah Film Etnografi Atropologi "SAMIN VS SEMEN"
Bedah film etnografi
atau yang biasa dikenal dengan layar tancep adalah salah satu proker Himantara Divisi
PSDM yang diadakan dua kali dalam satu periode. Layar tancep kali ini merupakan
acara bedah film keenam yang telah diadakan Himantara dan diadakan pada tanggal
06 Oktober 2015, tepat dimulai pada pukul 19.15 malam. Film yang diputar
berjudul Samin vs Semen yang
diproduksi oleh Watchdoc Image dalam
potongan perjalanan Indonesia Biru dengan pemateri satu Ibu Diah
Rahayuningtyas, M.A dan Ibu Siti Zurinani, M.A sebagai pemateri dua. Acara
layar tancep dimulai dengan penampilan pembuka dari Antrocoustic selama 10 menit, menampilkan tiga buah lagu dengan
penampilan yang cukup meriah dan membangun suasana acara layar tancep,
sekaligus sebagai simbolisme pembukaan acara bedah film etnografi.
Perempuan sebagai sebuah pembahasan dalam masyarakat
sangat menarik untuk diperbincangkan. Kesetaraan gender menjadi pembahasan yang
dari zaman dahulu hingga sekarang masih diperjuangkan oleh banyak kalangan.
Perempuan yang selalu dianggap sebagai objek, makhluk yang lemah, dan menjadi
golongan kedua selalu tidak mendapatkan peran yang layak dalam struktur sosial.
Konstruksi sosial yang telah mengakar pada pola pikir dan budaya masyarakat,
membuat kesetaraan gender tidak terlihat dan dominasi laki-laki semakin kuat.
Inilah yang membentuk sebuah gerakan feminis pada masyarakat, terutama kaum
perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan perempuan.
Ibu Ayu mereview sedikit mengenai film Samin vs Semen, film yang mengisahkan
perjuangan masyarakat Samin melawan pembangunan pabrik Indosemen, terutama
perjuangan kaum perempuan. Kaum laki-laki Samin yang menjadikan kaum wanita
Samin sebagai objek dalam proses penolakan pembangunan pabrik dan memberikan
gambaran bagaimana kaum perempuan Samin sangat menjaga lingkungan terutama
tanahnya. Tidak heran jika perjuangan perempuan Samin sangat agresif dalam
mempertahankan tanah mereka.
Review film yang disampaikan Ibu Ayu berlanjut pada sesi
tanya jawab, Ibu Ayu mengulas bagaimana peran permpuan dalam struktur sosial
masyarakat. Selain itu, beliau juga mengupas sedikit bagaimana peran perempuanSamin
dalam situasi yang digambarkan dalam film tersebut. Jika dilihat maka pembahasan
mengenai Eko-Feminisme sangat cocok jika dikaitkan dengan permasalahan gender
yang terjadi pada masyarakat Samin.
Masyarakat Samin dengan budayanya yang sangat bergantung
pada tanah, membuat masyarakat Samin tidak dapat lepas dari peran tanah dalam
kehidupan sehari-hari mereka. Tanah yang menjadi salah satu media bagi seorang
perempuan untuk menyampaikan pendidikan bagi anak-anaknya dan sebagai identitas
yang membuat masyarakat Sanim dengan segenap tenaga mempertahankan tanahnya.
Tanah sebagai sebuah media produksi dapat digambarkan sebagai gambaran
perempuanyang disamakan sebagai bumi yang menjadi media produksi bagi manusia.
Bila bertanya mengenai kaitan Eko-Feminisme yang terjadi dalam realita
masyarakat Samin, maka perempuan seharusnya mendapatkan posisi dan dan
perlakuan yang sama dalam mengurus tanah. Karena, perempuan sebagai agen of cultute, memiliki kewajiban
untuk menjaga kebudayaannya (dalam hal ini tanah). Ketika tanah hilang, maka
secara otomatis, kebudayaan mereka juga ikut hilang. Hal itu berkaca pada
kebudayaan masyarakat Samin yang dekat dengan tanah.
Komentar
Posting Komentar