Bedah Film Etnografi Topeng Malangan
Bedah Film
Etnografi Antropologi VI
Himantara (Himpunan
Mahasiswa Antropologi Universitas Brawijaya) mengadakan kembali bedah film
etnografi atau yang biasa dikenal dengan Layar Tancep, yang dimana Layar Tancep
ini sendiri sudah dilaksanakan di tahun-tahun sebelumnya. Himantara periode
2016/2017 mengadakan acara bedah film etnografi yang lebih dikenal dengan Layar Tancep. Layar Tancep keenam kali ini membedah film Topeng Malangan dengan Bapak Manggala Ismanto, M.A sebagai
pematerinya. Acara yang dilaksanakan pada tanggal 23 maret 2016, tepat dimulai
pada pukul 18.30 yang diadakan di hall
Fakultas Ilmu Budaya. Acara layar tancep dibawakan oleh mahasiswa Antropologi
angkatan 2015 yaitu, Mada Kari Tidar dan di temani oleh Haflah Leste Distincta.
Penampilan Obigbo Dance yang
menyuguhkan tarian kontemporer modern sebagai intermezzo pembukaan dan setelah itu disusul dengan penampilan
menawan dari AntroKustik dapat
memberikan aura penyemangat dan sebagai simbolisme pembukaan acara Layar Tancep.
Layar
Tancep tidak hanya
menjadi sebuah acara nonton bareng tetapi juga sebagai sebuah acara bedah film
etnografi yang membedah film-film yang sesuai dengan tema Layar Tancep setiap periodenya. Layar
Tancep keenam ini mengambil tema kesenian, sehingga film yang dipilih juga
yang berbau seni, yaitu Topeng Malangan. Tema seni kali ini dipilihi karena dewasa
ini, budaya kita semakin tergerus dengan efek modernitas. Efek negatif yang
diberikan mampu memudarkan eksistensi budaya yang seharusnya kita jaga
kelestariannya. Topeng Malangan adalah salah satu budaya yang sampai sekarang
masih bisa bertahan dari kerasnya arus modernitas yang ada di kota Malang.
Pandangan kolot masyarakat dewasa ini yang beranggapan tidak pentingnya menjaga
kelestarian budaya adalah pandangan yang salah besar. Dengan kita mengetahui
asal-usul dari budaya itu sendiri menjadikan kita lebih memahami dan lebih respect terhadap apa yang telah
diperjuangkan dalam kesenian masyarakat zaman dahulu. Topeng Malangan pun
memberikan banyak pelajaran kepada kita dalam membedah film etnografi ini.
Bapak Manggala mereview
sedikit mengenai film Topeng Malangan, yang dimana dalam film itu Tarian Topeng
Malangan dilakukan sebagai upacara/ritual adat untuk penyerahan tanah dari raja
kepada warga yang berpengaruh atau berperan penting dalam kerajaan. Cerita yang
sering dibawakan dalam tari Topeng Malangan pun merupakan cerita panji. Warna topeng yang berbeda-beda memiliki makna khusus,
gerakan-gerakan yang dilakukanpun menunjukkan kewibawaan. Diskusi santai yang
dilakukan Bapak Manggala mengajak salah satu koreografer Obigbo Dance untuk berdiskusi bagaimana suatu gerakan tarian itu
bisa tercipta dan apa makna dari itu semua, apakah ada maksudnya atau hanya
tarian yang tidak ada nilainya sama sekali.
Review film yang
disampaikan Bapak Manggala berlanjut pada sesi tanya jawab, yang dimana para
penanya bertanya tentang eksistensi Topeng Malangan dewasa ini yang semakin
surut peminatnya. Bapak Manggala Menjelaskan kurangnya regenerasi dan kesadaran
masyarakat sangat mempengaruhi eksistensi dari kesenian satu ini. Namun, ada
beberapa sanggar di Malang yang memang masih memegang warisan budaya
tradisional satu ini. “Kenalilah Malang dan kenalilah budaya Malang, salah satu
yang spesifik dan sebagai sumber adalah Topeng Malangan” ujar Suryo Wido. W, salah
satu seniman yang mendukung pelestarian warisan budaya Malang dalam ulasan
bedah film etnografi.
Usaha pelesatarian
tersebut terbukti dengan adanya penanaman budaya Topeng Malangan kepada para
pelajar muda yang belajar di sanggar tersebut, karena kalau tidak sekarang
kapan lagi dan kalau tidak yang muda yang melestarikannya siapa lagi? Apakah
hanya akan menunggu hilangnya warisan budaya ini sampai ditelan massa?.
Tentunya peran masyarakat dan juga pemerintah sangat di butuhkan untuk menjaga
kelestarian kesenian Topeng Malangan salah satunya. (z/a/m)
Komentar
Posting Komentar