Peringatan Koferensi Asia Afrika
Menolak Lupa Semangat Konferensi Asia Afrika 1955
Rizqi
Gilang Pratama
“Menolak
lupa” itulah kalimat yang sering kita baca atau dengarkan dari berbagai
fenomena besar yang dikenang dan diingat masyarakat Indonesia. Melihat hal itu
kami saat ini akan menolak untuk lupa bagaimana prestasi Indonesia dalam ranah
diplomasi luar negeri saat menjadi penyelenggara Konferensi Asia Afrika.
Prestasi tersebut sangat berdampak untuk Indonesia kini.
Tepat tanggal 18 April adalah
peringatan 62 tahun Konferensi Asia Afrika yang dilaksanakan di Bandung 1955. Keadaan
dunia kala itu diwarnai dengan perang
dingin antara Blok Barat dengan ide kapitalis yang dipimpin Amerika Serikat dan
Blok Timur dengan ide sosialis yang dipimpin oleh Uni Soviet. Beberapa kepala
Negara dari Asia Afrika yang menyadari akan hal itu berusaha untuk tidak masuk
dalam perang dingin tersebut dan lebih memilih untuk membangun Negara mereka
masing-masing berdasarkan prinsip-prinsip kemerdekaan, keadilan dan perdamaian.
Konferensi Asia Afrika kemudian hadir sebagai wadah bagi Negara-negara Asia
Afrika dalam grakan-gerakan pembebasan nasional untuk memperteguh kesadaran
beberapa kepala Negara di Asia dan Afrika untuk tidak memihak ke dua blok yang
sedang berseteru tersebut. Konferensi Asia Afrika digagas atas pemikiran
bersama antara Indonesia yang diwakili oleh Ali Sastroamidjojo, Myanmar yang
saat itu masih bernama Burma diwakili oleh U Nu, Srilangka diwakili oleh Sir
John Kotelawala, Pakistan diwakili oleh Mohammad Ali Bogra, dan India diwakili
oleh Jawaharlal Nehru. Pelaksanaan KAA tersebut dihadiri oleh 29 Diplomasi
Negara yang terdiri dari 23 Diplomasi Negara dari Asia dan 6 Diplomasi Negara
dari Afrika.
Hasil
dari Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung itu dikenal dengan Dasasila Bandung,
yang berbunyi:
- Menghormati hak-hak dasar
manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas
yang termuat di dalam piagam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)
- Menghormati kedaulatan dan
integritas teritorial semua bangsa
- Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua
bangsa, besar maupun kecil
- Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam
soalan-soalan dalam negeri negara lain
- Menghormati hak-hak setiap
bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
- Tidak menggunakan
peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya
terhadap negara lain
- Tidak melakukan
tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan
terhadap integritas wilayah maupunkemerdekaan politik suatu negara
- Menyelesaikan segala
perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan,
persetujuan, arbitrasi (penyelesaian masalah hukum) , ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan
pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB
- Memajukan kepentingan bersama
dan kerjasama
- Menghormati hukum dan
kewajiban–kewajiban internasional
Sekarang mari kita ingat dan
berfikir bersama tentang adakah dampak dari KAA Bandung 1955 dengan keadaan
Indonesia saat ini? Berfikir dengan persfektif yang luas, karena jika kita
mempersempit cakupan berfikir kita maka hal ini tidak akan kita temukan. Benar,
KAA saat itu sepakat untuk tidak memihak blok Barat maupun blok Timur. Namun
bagaimana dengan saat ini? Memang Indonesia saat ini terkesan tidak memihak
blok Barat maupun blok Timur, ditambah perseteruan ke dua blok pun sudah tidak
setegang masanya, justru hari ini bisa dibilang hampir hilang ketegangan
diantara ke dua blok yang berseteru tersebut. Meski demikian Indonesia
sebenarnya telah terlena dengan ide-ide kapitalis dari blok Barat. Hal ini
sangat terlihat jelas pada kalangan remaja terutama mahasiswa di kampus.
Berbagai ide dan konsep kapitalis yang melekat pada kebutuhan mahasiswa telah
mengaburkan pandangan mahasiswa akan nilai guna dan tanda yang mereka konsumsi.
Mahasiswa cenderung membeli barang ataupun makanan dengan mengutamakan nilai
gengsi atau nilai tanda. Kebanyakan restaurant atau tempat makan di Indonesia
yang digandrungi remaja adalah tempat-tempat makan asal Amerika Serikat yang
beridekan kapitalis. Konsep seperti ini juga memunculkan pertanyaan bagi saya,
sebab mahasiswa sebenarnya hanya korban, dan pertanyaan itu adalah dimana
semangat KAA Bandung 1955 untuk pemerintah Indonesia saat ini? Mengapa banyak
rumah makan dan perusahaan beridekan kapitalis masuk ke Indonesia? Sudah
terbuaikah pemimpin Bangsa ini dengan semua simulasi yang dijanjikan kapitalis,
atau memang ini tujuan rezim pemerintah orde baru kala itu menumpas dan
mengkambing hitamkan PKI yang menganut ide sosialis untuk perkembangan nilai
kapitalis di Indonesia saat ini?
Lewat tulisan ini saya mengajak
semua masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa untuk ingat dan tahu semangat
KAA 1955 akan adanya ideologi dunia ketiga. Ideologi yang mendorong adanya
emansipasi, independensi, serta kemandirian negera-negara dunia ketiga khusunya
Indonesia. Mari kobarkan semangat KAA 1955 itu pada perayaan KAA ke 62 tahun
2017 ini untuk terus mendukung Indonesia menjadi Negara yang mandiri. Caranya
mudah, bagi saya cukup dengan membeli produk-produk baik makanan maupun barang
yang asli Indonesia agar menciptakan semangat berkarya bagi produsen-produsen
di Indonesia untuk menciptakan kemandirian bagi Indonesia dan produktifkan diri
kita dengan hal-hal positif untuk Indonesia lebih baik.
Komentar
Posting Komentar