Layar Tancep 2017

Bedah Film Etnografi Antropologi Perempuan yang Tertuduh
Layar Tancep VIII


HIMANTARA mempersembahkan acara Layar Tancep kembali, yang mana pada tahun-tahun sebelumnya telah dilaksanakan. Layar Tancep kedelapan kali ini mengangkat tema mengenai gender, di mana dewasa ini dapat ditemukan gerakan feminism yang menuntut akan kesetaraan gender. Hal tersebut dikarenakan pembedaan gender yang dibangun masyarakat kala ini dan bahkan sejak dulu dinilai menimbulkan ketidakadilan. Maka dari itu, pembahasan tema tersebut didukung dengan membedah film Perempuan yang Tertuduh dan ditemani oleh Bapak Dhanny Sutopo, S.Sos, M.Si, sebagai pematerinya. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 6 April 2017 dan diadakan di Ruang 1.2 Gedung A Fakultas Ilmu Budaya. Layar Tancep kali ini dibuka tepat pukul 19.17 WIB oleh Dicky Kurnia Darmawan dan Nisrina Candra Kirana dari mahasiswa Antropologi 2015, sebagai moderator. Pembukaan acara pun semakin meriah ketika ANTROKUSTIK dipersilakan untuk membawakan dua lagu, Girl On Fire milik Alicia Keys dan Karena Wanita Ingin Dimengerti milik ADA Band. Kemudian acara pun dilanjutkan dengan sambutan dari ketua pelaksana Layar Tancep yaitu Mohammad Fathur Rizal.

Setelah sambutan dari ketua pelaksana, pada pukul 19.37 WIB pemutaran film Perempuan yang Tertuduh pun dimulai. Film yang berdurasi kurang lebih 34 menit 44 detik ini mampu menghipnotis seluruh pengunjung untuk hanyut dalam kisah empat perempuan—Christina Sumarmiyati, eks anggota Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia, Kartinah Kurdi, eks Sekjen Gerwani, Sutarni, istri Wakil Ketua III PKI, serta Utati, eks Pemuda Rakyat—yang dipenjara secara paksa selama belasan tahun, meskipun dalam kenyataannya mereka tidak terlibat dalam peristiwa G30S.

Selesai pemutaran film, acara pun dilanjutkan dengan diskusi oleh pemateri, bapak Dhanny. Dalam diskusi ini, beliau mengawalinya dengan mereview sedikit mengenai film yang telah diputarkan. Beliau menyatakan bahwa apa yang ada di dalam film tersebut benar adanya, di mana kebenaran-kebenaran yang selama ini kita nikmati adalah sebuah hasil yang diproduksi oleh ISA (Ideology State Apparatuses) sesuai dengan kepentingannya. Pada akhirnya, akibat yang ditimbulkan dari kesuksesan kerja apparatuses tadi adalah perempuan. Beliau pun menegaskan bahwa suatu hal yang penting untuk kita, sebagai mahasiswa, bagian dari dunia akademis untuk melihat kejadian secara utuh, bukan saja dari satu sudut pandang, tetapi juga dari sudut pandang yang lain, sehingga dari kegiatan diskusi yang telah dilakukan kita mendapatkan penyeimbang dari statement tadi.

Pemaparan singkat yang telah disampaikan oleh bapak Dhanny pun dilanjutkan pada sesi tanya jawab, di mana ada yang bertanya mengenai apakah penempatan perempuan pada ranah non-domestic merupakan bentuk kreativitas dan hal yang inovatif atau hanya sekedar bentuk rasa kasihan saja. Bapak Dhanny pun menjelaskan bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk kesadaran negara untuk melibatkan perempuan dalam ranah yang bukan domestic, meskipun kadar kesadaran yang dimiliki oleh negara belum dapat dikatakan excellent.

Dengan demikian, mari kita hidup saling berdampingan, menghargai, dan mengasihi tanpa membedakan jenis kelamin. Sehingga terbangunnya relasi yang seimbang, tanpa kesan subordinatif. (j/m/e)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAUNCHING PENGURUS HIMANTARA PERIODE 2019

Ethnography Metods : The Logic of Thingking

PROGRAM KB: EFEKTIFKAH?