Kegiatan layar tancap ini merupakan salah satu agendaHimantarayang
dilaksanakan pada Jumat, 24 Oktober
2014. Layar tancap inimenyuguhkan sebuah film dokumenter yang berjudul “Tragedi
Jakarta 1998”. Film yang diproduksi oleh Jakarta Media Syndication Produser
ini mengisahkan tentang perjuangan mahasiswa di era reformasi tahun 1998 yang
tergambar pada peristiwa Trisakti dan Semanggi ribuan mahasiswa bersatu
padu,penuh totalitas perjuangan untuk menuntut hak-hak dan keadilan bagi
seluruh rakyat indonesia meskipun mereka
harus bertumpah darah akibat tekanan dari kekuatan militer di negeri sendiri. Acara dimulai pada
pukul 18.00 dan berakhir pada pukul 20.30 di arena Greengrass FIB dengan
konsep lesehan sederhana. Bukan hanya untuk kerabat Antropologi saja acara ini
dibuka untuk umum sehingga antusias penonton tidak hanya datang dari kerabat
antropologi tetapi juga dari prodi yang
lain seperti Sastra Jepang, Sastra Inggris dan sebagainya. Tak hanya sekedar
nobar film dokumenter saja kegiatan ini
juga dimeriahkan oleh antropologi akustik dan juga mengundang teman-teman dari
sociokoclogi yang membawakan lagu-lagu andalan mereka yang cukup gokil yang
berjudul “jajanan tahlilan dan kimcil”.
Kemudian dilanjutkan dengan acara diskusi di awali dengan pemantik diskusi utama yang disampaikan oleh Ibu Edlin Dahniar Al-Fath
M.A yang mengemukakan keadaan kekacauan
seperti Tragedi Jakarta pada tahun 1998
pernah dialami oleh Indonesia yang pada masa itu kondisi ini juga dirasakan
oleh rakyat indonesia dengan situasi yang cukup meneganegangkan terjadi
demontsrasi secara besar-besaran, pemberontakan yang dilakukan oleh para
mahasiswa dengan penuh totalisas perjuangan bertumpah darah untuk
memperjuangkan keadilan rakyat.
Pemicu
permasalahan ini terjadi karena negara Indonesia yang seharusnya dimiliki oleh
siapapun, berhak memiliki apa yang ada di negara ini namun pada masa itu negara hanya dimiliki oleh kelompok-kelompok tertentu saja.Film
ini juga merepresentasikan siapa militer pada masa itu.Apa yang terjadi jika
mahasiswa yang tanpa senjata di lawan dengan tangker, senjata militer tentu
saja akan kalah. Kita sebagai pemilik
Indonesia tentu tak bisa tinggal diam melihat negara kita dijajah oleh
kepentingan kelompok tersebut.Hal inilah yang menimbulkan perlawanan dari
berbagai pihak. Film ini juga menjadi ibrah bagi kita dahulu para mahasiswa
berkumpul bersama menyatukan visi mencapai tujuan bersama untuk mencapai
keadilan bersama bagi seluruh rakyat penuh totalitas perjuangan sampai
bertumpah darah, berbeda dengan mahasiswa pada masa sekarang yang gemar berkumpul bersama namun hanya untuk nonton bareng acara
hiburan, bersorak sorai untuk kesenangan sendiri tanpa berkontribusi pada
masyarakat umum. Padahal perjuangan
mereka yang gugur dalam tragedi tersebut juga belum selesai, mahasiswa sekarang
pun juga seharusnya meneruskan perjuangan pemikiran mereka karena masih banyak
persoalan di negara indonesia yang memerlukan peran mahasiswa. Seperti yang
diketahui presiden indonesia sendiri masih baru yang mencanangkan adanya
revolusi mental entah prakteknya seperti apa masih tanda tanya. Namun
setidaknya program ini dapat diwujudkan dan dimulai dari diri kita sendiri.
Memulai sesuatu kebaikan dari diri sendiri meskipun dari sesuatu yang kecil itu
akan lebih memiliki efek yang bagus sekalipun harus ditempuh dalam waktu yang
lama dan tidak berpikiran ingin membuat
peraturan atau menyuruh orang lain melakukan sesuatu sedangkan diri sendiri
tidak mempraktikannya. Dilanjutkan dengan tambahan dari pak Roikan S.Sos menurut
beliau dahulu semasa kuliah sekitar tahun 2003 film ini menjadi salah satu
tontonan yang wajib bagi mahasiswa baru termasuk beliau tujuannya agar para
mahasiswa juga ikut mengetahui, mengambil pelajaran bagaimana perjuangan
mahasiswa pada masa lalu untuk memperjuangkan Indonesia. Puncak kekesalan
mahasiswa masa itu terjadi pada target 27 Juli1996 adanya kambing hitam Partai
Rakyat demokrasi yang salah satu tokohnya Budiman Sutjatmiko yang disebutkan
dalam film tersebut dan SMID (Solidaritas Mahasiswa Indonesia Untuk Demokrasi) yang
dianggap sebagai penjelmaan PKIoleh para militer. Hal ini menggambarkan jika
pada masa dahulu para mahasiswa dapat berjuang dengan seperti itu, tugas
mahasiswa sekarang tidak sekedar bersenang-senang saja tetapi belajar dan bagaiman bersikap jika perjuangan dahulu dengan karena dengan cara
elegan tidak bisa maka dilakukan dengan cara arogan sedangkan mahasiswa sekarang hendaknya dilakukan
dengan cara yang lebih elegan dengan
menjadi mahasiswa yang baik.
Dari para pemantik diskusi tersebut munculah
beberapa komentar dan pertanyaan dari para
penonton sebagai berikut salah satuinya dari Krisna Bayu Samudra dari (Sastra
Jepang) yang menyatakan bahwa Film ini
mengingatkan dia pada waktu menjadi maba setelah menonton film ini dia
melakukan turun aksi bbm di balai
kota yang hasilnya dari demo tersebut bbm juga tidak jadi naik .
Namun terhadap persoalan militer tadi hendaknya berpikiran objektif karena para TNI,Brimop dan Sabara sebenarnya tidak sampai hati dan tidak tega memukul mereka, tetapi
tentara itu iwan seperti seperti belati
. Jika tugas utama menjaga komando tanpa
tujuan tentu akan mudah dipukul oleh negara lain para pemberontak dan
terorisme. Komando itu sebagai sebuah intruksi dan bekal berperan untuk
mempertahankan negara. Hal ini juga
menjadi petikan bagi mahasiswa pada masa sekarang, terkadang mahasiswa masa
sekarang yang ingin melakukan demo
jhanya sekedar ikut demo tanpa dasar, tanpa bekal dan tujuan yang jelas. Yang biasanya
tujuannya hanya untuk kelihatan eksis atau untuk dilihat teman saja. Tentu hal
ini sangat disayangkan sekali karena
fungsi demontrasi juga bukan sekedar seperti itu. Selain itu Masa sekrang
tentu berbeda dengan masa dahulu mahasiswa
harus melakukan demo yang frontal untuk memperjuang hak rakyat karena pada masa
itu negosiasi jalan damai sudah tidak dapat ditemput sehingga harus melakukan
jalan yang frontal. Pada masa saat ini tentu tidak bisa langsung meniru aksi
seperti itu melainkan peristiwa
tersebut dapat menjadi teladan bagi
mahasiswa masa sekrang seperti bagaimana
semangat perjuangan mereka, salah
satunya dengan cara berprestasi di masa sekarang apalagi dengan kecanggihan
teknologi dan komunikasi masa sekarang
seperti android, internet , sudah seharusnya dengan kemudah-mudahan ini mahasiswa sekarang
dapat memberikan kontribusi dan meneruskan para mahasiswa masa dahulu untuk
memperjuangkan keadilan rakyat bagi seluruh rakyat Indonesia.Secara langsung
hal ini mendapat respon dari pemantik diskusi utama yang menyatakan bahwa Satu
komando tentara memangberfungsi mempertahankan
negara namun yang menjadi persoalan bagaimana yang terjadi ketika warga
sipil dilawan dengan hal-hal seperti itu dianggap sebagai musuh negara. Mahasiswa
mempertahankn apa sudah sejak lama menjadi hak warga indonesia, apa yang
terjadi jika warga sipil tidak bersenjata dengan senjata dan ketika mereka
kalah, banyak korban berjatuhan bersorak sorai dengan bangganya seolah sebagai
musuh negara. Apa yang terjadi pada militer saat itu? Jika soal kemudahan
fasilitas dan teknologi yang dapat diakses oleh mahasiswa sekarang terkadang
juga menjadikan mahasiswa tersebut lebih
pintar namun juga terkadang menjadikan mahasiswa tersebut orang menjadi bodoh salah satunya plagiat, copy
paste tugas-tugas dari internet dan sebagainya. Oleh karena itu jika dahulu
mereka dapat berjuang dengan cara seperti itu maka saat ini dapat dilakukan
dengan cara lain dengan menjadikan diri menjadi berkualitas.
Hal
ini juga mengundang komentar dan pertanyaan dari kerabat Fadhilatul Azhar (Antropologi
2012) yang menyatakan bahwa demokrasi yang ia pahami sekarang tidak
hanya sekedar dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat tetapi demokrasi juga
sebagai proses dengan kerja keras dan bahkan berdarah-darah demokrasi. Namun
bagaimana dengan demokrasi sekarang
sepertinya rezim orba dibentuk kembali seperti pilkada sudah tidak lagi dipilih secara
langsung dan kabarnya juga presiden juga tidak dilakukan lagi secara
langsung?Bagaimana tanggapan ibu dan bapak serta bagaimana kita menanggapinya? Sedangkan tokoh
reformasi sendiri seperti Amin Rais juga mendukung pilkada tidak langsung ini?
Tanggapan dari pemateri utama menyatakan Jika merujuk pada UUD, inti
dari demokrasi itu adalah musyawarah, yang mereka garis bawahi adalah
musyawarah. Salah satunya dalam pemilihan kepala daerah yang ditentukan melalui musyawarah ditingkat
DPR. Ide ini sebenarnya bagus asalkanpemilihan kepala daerah tersebut berdasarkan
transparan dan sudah memenuhi kualifikasi standar yang cocok dan transparan
untuk menjabat sebagai kepala daerah.Karena ketukan palu sudah diketuk dan
upaya-upaya dari pihak yang tidak setuju juga tidak direspon, sekarang kita
hanya bisa menunggu hasil dari pemilihan tersebut jika tidak sesuai dengan
amanah rakyat tentu harus dilawan.
Hal ini kemudian mengundang komentar
lain dari Andika (Antropologi 2012)
Bahwa musuh kita pada masa itu
memang sangat jelas yaitu kekuasaan
orba yang langgeng selama 32 tahun
negarawan yang memikirkan kekuasaan menindas
namun pasca reformasi sebenarnya
kita memiliki musuh bersama yang terkadang masih bersifat abstrak,
selain pasca soeharto juga keluar desentera lisasi
otonomi daerah yang membuat masalah
semakin bercabang semakin kompleks dengan model seperti itu apa dengan
pemilihan hanya dengan pemilihan saja presiden cukup?Tanggapan dari pemateri
menyatakan bahwa Jika permasalah yang dikatakan adalah Desentralisasi jelas kepala daerah di masing-masung wilayah
yang menjadi persoalan, tetapi apakah benar kita sudah bisa melawan dan apakah hanya dengan pemilihan presiden cukup, tentu tidak percuma
saja jika presiden baik tetapi anaknya tidak baik , sedangkan untuk
solusi masalahnya sendiri juga belum
terlihat maka yang bisa dilakukan adalah
meluruskan mengawasi persoalan yang menyimpang undang-undang. Namun
terkadang kebijakan yang akan
dilakukan pemerintah apa yang akan dilakukan, tata kota seperti apa
kebijakan terhadap pendidikan
seperti terkadang kita sendiri
tidak akses secara total.
Namun hal ini kembali mendapat sanggahan dari Andika (Antropologi 2011) yang menyatakan jika bentuk kekuasaannya yang bersifat Topdown jika ada yang
salah dari atas dapat dikoreksi
dari bawah. Seperti kekuasaan pada masa orba yang berjalan 32 tahun kekuasaan topdown yang akhirnya
menjadikan rakyat semakin down
kemudian kegagalan ini dibaca oleh Pak Jokowi sehingga mencoba mengganti
kekuasaan dengan model kekuasaan
bottom up tetapi bagaimana
dengan sistem bottom up yang ternyata rakyat nya
sendiri juga membuat kebobrokan misalkan ada program
ketahanan pangan
ada perluasan lahan tetapi
malah dimonopoli oleh juragan dengan
menanam tanaman komersil dan tidak lagi memikirkan ketahanan pangan?
Menanggapi
pertanyaan tersebut pemantik diskusi utama menyatakan bahwa pada intinya semua kembali
kepada diri kita sendiri. Oleh karena itu revolusi mental itu botom up dari kita bagaimana mental kita bisa berubah.kita menjalankan posisi dengan baik maka akan
terkumpul dengan menjadi negara juga baik. Jika kita sendiri pesimis
tentu tidak akan ada
ujungnya. Revolusi mental sendiri paling
cepat hasilnya 25 tahun. Kalau tidak dimulai
dari sekarang menata pikiran kita
sebagai orang yang baik kapan akan tercapai. Barlah generasi tua itu habis dengan sendirinya, Jalan kita masih
panjang maka mulai dari
masing-masing kita menjalankan agar
dapat perannya dengan baik apapun itu peran nanti akan terkumpul menjadi orang baik, jika
negara ini semua orangnya baik tentu akan menjadi negara
yang baik.“Mulailah melakukan perubahan kebaikan dari hal terkecil
yang ada dalam diri mu sendiri”, inilah pesan penting yang dapat disampaikan
pada layar tancap kali ini. Semoga bermanfaat dan Sampai jumpa di edisi
selanjutnya kerabat...^_^
Komentar
Posting Komentar